Kota Jinling sudah kehilangan suasana sebagai pusat politik nasional yang bercorak imperialis, menurut pandangan Li Bai. Ketika mengunjungi kota itu, Li Bai mendapat layanan yang ramah dari rakyat setempat.
Pada saat makan di perjamuan perpisahan, ada penyanyi perempuan yang cantik
yang diatur untuk menemani Li Bai. Sedangkan teman-temannya, seorang demi seorang
mengangkat cangkir untuk minum arak dengannya sambil mengucapkan
kata-kata doa. Semua acara yang disediakan dalam suasana ramah itu memang sulit dilupakan oleh Li Bai.
Setelah meninggalkan kota Jinjing, Li Bai memilih melanjutkan perjelajahannya ke kota Yangzhou melalui sungai Yangtze. Yangzhou merupakan kota internasional yang makmur ketika itu. Li Bai belum pernah melihat pemandangan kota yang begitu makmur lagi riuh rendah. Ia juga memutuskan bersama dengan temannya menginap di sana lebih lama sedikit hingga tibanya musim panas. Mereka berjalan-jalan di kota itu dengan menikmati pemandangan alam yang indah sebebas-bebasnya.
Setelah tiba musim gugur, Li Bai jatuh sakit di Huannan ( suatu tempat yang koloni Yangzhou).
Ia merasa agak gelisah karena terpaksa menerima perawatan di tempat
yang jauh dari kampung halamannya, bahkan mengalami harapan yang tipis
untuk membentuk karirnya.
Yang dapat membantu Li Bai untuk meringankan penderitaannya karena rindu
dengan kampung halamannya ketika itu, hanyalah surat-surat yang dikirim
dari kawan-kawannya.
Setelah sembuh di Huannan, Li Bai memutuskan menjelajah ke Gusu.
Raja Fucai dari Negeri Wu dan gundik yang paling dimanjakannya yaitu xisi adalah salah seorang wanita dari empat wanita cantik yang paling
tersohor dalam sejarah kuno Cina pernah makan, minum dan nonton secara mewah selepas malam atau siang harinya di sana.
Ketika mengenang kembali sejarah silam itu, Li Bai menghasilkan sebuah
puisi yang berjudul "Wu Qi Qu" yang berorientasi rumusan terhadap
sejarah.
Puisi itu kemudian mendapat pujian tinggi dari He Zhizhang, seorang
penyajak yang tersohor yang lebih senior dari Li Bai ketika itu. Ia menyebut karya ciptaan Li Bai tersebut "mampu mengharukan dewa-dewi."
Ini mencerminkan bahwa Li Bai ketika meneruskan penggunaan judul yang
konvensional dalam menghasilkan sejumlah puisi untuk penggunaan
Departemen Musik Diraja, tidak lupa menambahkan isi konten yang segar
dalam karya-karya seperti itu.
Li Bai tidak hanya berminat memindai kembali cerita-cerita yang
romantis yang terjadi di Gusu pada zaman purba, tetapi juga berminat
menikmati pemandangan yang indah di situ yang tentu tidak lepas dari
gadis-gadis lokal yang cantik.
Ketika mengunjungi Gunung Niaoluo, beliau pernah menyaksikan xisi mencuci
pakaiannya yang dibuat dari kain kasa, Li Bai tidak lupa membuat
puisi-puisi yang menggambarkan kehidupan gadis-gadis lokal yang tinggal
di sekitar kawasan itu.
Setelah itu, Li Bai memutuskan mengakhiri penjelajahannya di bagian timur dan pulang kampung dengan berjalan menuju ke barat.
Setelah tiba di Jingmen, kota pertama yang beliau singgah setelah
memulai penjelajahan sebelum itu, Li Bai merasa malu jika terus pulang
kampung karena masih belum mencapai apa-apa pun jasa atau kemajuan dalam
merealisasikan cita-citanya.
Dihantui rasa ragu-ragu, Li Bai sadar tak sadar sudah tinggal di Jingmen selama tiga bulan. Akhirnya, ia memutuskan untuk memulai kembali penjelajahannya, tak kira disiksa oleh rasa rindu terhadap kampung halamannya.
Kali ini, Li Bai terlebih dahulu bertolak ke pantai Danau Dongting di
mana dikebumikan bangkai Wu Zhinan, rekan akrabnya, untuk memindahkan
bangkai itu ke Jiangxia (Kota Wuchang, Provinsi Hubei sekarang).
Selesai
Tidak ada komentar:
Write komentar