Ada seorang anak perempuan yang bernama Hung-hung. Ketika masih berumur delapan tahun, dia sudah belajar memasak, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Rumah selalu dibersihkan tanpa perintah dari orang tuanya.
Jadi dia adalah seorang anak perempuan yang bisa diandalkan didalam rumah tangga dan menjadi kesayangan kedua orang tuanya. Namun entah kenapa dan sejak kapan, Hung-hung tiba-tiba berubah menjadi seorang yang pemarah. Sedikit hal saja sudah memancingnya emosi dan marah.
Pagi-pagi ketika akan berangkat sekolah, kaus kakinya terselip entah dimana, serta merta dia menangis dan berteriak-teriak kepada ibunya sehingga ibunya langsung mencarikan kaus kaki tersebut untuknya.
Kemudian setelah itu Hung-hung berteriak-teriak, "Mengapa bajunya masih basah?" Memang keadaan mereka sedikit kurang mampu sehingga tidak memiliki mesin pengering pakaian dan pakaian agak lama keringnya.
Melihat kegelisahan anaknya, maka sang ibu segera berusaha sehingga timbullah satu cara yaitu dengan memanggang baju diatas tutup panci. Melihat itu dengan terburu-buru dan tidak sabar Hung-hung segera memakai baju yang masih kurang kering itu, sambil menggerutu.
Kemudian menyambar tas sekolahnya dan dengan tergesa-gesa berangkat. Di tengah jalan, mendadak dia ingat bahwa bekal makanannya lupa terbawa, lalu bagaimana? Begitu menoleh kebelakang, ia melihat ibunya berlari-lari mengejarnya sambil membawakan bekal makan untuknya.
Begitu sampai dihadapannya dan belum sempat lagi ibunya mengambil nafas, Hung-hung segera menghardik, "Mengapa bekalnya tidak disiapkan dan ditaruh dalam tas?"
Setelah memasuki sekolah menengah (SMU), Hung-hung menjadi semakin parah. Setiap turun dari bis di terminal, bila tidak terlihat ibunya menjemput pastilah dia akan menunggu dengan sangat jengkel dan marah.
Bila kemudian ibunya tiba dan menjemputnya maka ia akan pulang dengan kesal dan marah-marah. Selama tiga tahun di SMU, Hung-hung seolah-olah hanya memiliki kawan-kawan sekolah tetapi tidak punya ibu.
Dia sangat berhati-hati dalam menjalin persahabatan dengan teman-teman sekolahnya, tetapi tidak pernah memperhatikan perasaan dan cinta kasih diantara ibu dan anak. Apabila ibunya berkata lebih sepatah dua kata terhadapnya, maka Hung-hung sudah merasa ibunya banyak bicara, cerewet, banyak nasehat, dan memusingkan.
Suatu hari disekolah, Hung-hung menerima telepon dan kemudian dia menangis menjadi-jadi. Ia berteriak-teriak, "Ibu, jangan tinggalkan aku ... ..! Aku membutuhkan Mu !!!!......"
Tetapi semuanya sudah terlambat, ibunya yang tercinta telah meninggal dunia karena serangan jantung. Dalam batinnya, barulah dia sadar betapa penting dan berartinya kasih sayang seorang ibu.
Walaupun ada seribu penyesalan dan kasih rindupun sudah tidak ada gunanya lagi. Mengapa dirinya dulu tidak pernah menyayangi ibunya saat masih hidup berdampingan? Mengapa tidak mengabdi? Mengapa tidak bisa menyenangkan orang tua?
Mengapa ..... mengapa ......? Yang ada hanyalah penyesalan yang tidak ada akhirnya.
Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui. "Kasihilah ibumu selagi ia masih hidup. Tidak ada kasih dan cinta yang lebih dari segalanya selain kasih dan cinta seorang ibu untuk anaknya. Ibumu akan berbuat apa saja untuk melindungi dan menolong engkau saat dalam bahaya". Sekali lagi, kasihilah ibumu selagi ia masih hidup. Esok mungkin terlambat.
Tidak ada komentar:
Write komentar