|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Selasa, 29 Juli 2014

Akhir Dari Orang Yang Menghina Gurunya

 


KEBAJIKAN (De 德) -  Dahulu kala di daerah Jiang Xi ada seorang pelajar bernama Wei Xia Chang, semasa muda sangat giat belajar, namun nasibnya tidak begitu baik, setiap kali ujian selalu gagal. Kini umurnya sudah tua, hanya bisa menerima beberapa orang murid di desanya dan mengajar untuk mempertahankan hidup.

Salah satu muridnya bernama Zhu Fu Xin, sangat disukai banyak orang. Anak ini berusia 12 tahun, tak hanya pintar dan lincah, juga memiliki tekad kuat selalu maju. Ia adalah anak dari teman baik Xia Chang yang telah meninggal dengan meninggalkan seorang istri dan seorang anak. 


Kondisi hidup mereka sangat memprihatinkan, tidak mampu menyekolahkan anaknya. Mengetahui hal ini, Xia Chang menyekolahkan anak itu, ia pun sering memberi uang pada hari raya atau Imlek untuk membantu mereka.

Fu Xin sangat pintar dan rajin belajar, tak berapa tahun pengetahuannya mengalami kemajuan pesat. Ia hafal semua kitab klasik Ru Jiao (Agama Khonghucu) yang diajarkan gurunya, bahkan tak pernah dilupakan.

Usia 17 tahun, Fu Xin masuk sekolah formal, usia 20 tahun ia berhasil mengikuti ujian tingkat perdesaan. Tapi ketika berhasil lulus ujian menjadi xiucai (sarjana), ia lupa didikan gurunya, ia menjadi sombong, tak hanya memandang remeh teman-teman sekolahnya, gurunya pun tidak dianggap. 


Setelah berhasil lulus menjadi xiucai, ia seharusnya langsung pergi ke tempat tinggal guru untuk berterima kasih, namun ia tidak melakukannya. Saat naik kereta kuda melewati rumah gurunya, ia juga tidak turun untuk melihat gurunya.

Suatu hari di sekitar tempatnya tinggal ada seorang yang cukup berpengaruh di desa merayakan pesta ulang tahun, ia mengundang orang-orang ternama di tempat itu untuk makan-makan di rumahnya, termasuk Xia Chang dan Fu Xin. 


Karena Fu Xin baru lulus ujian perdesaan, maka dengan hormat dan sungkan ningrat desa itu mengundangnya duduk di tempat duduk utama. Kebetulan Xia Chang duduk di bagian paling belakang. 

Menurut aturan, kalau makan bersama guru, walaupun di undang untuk duduk di tempat utama, seharusnya juga mengundang guru untuk duduk di tempat utama. Akan tetapi, Fu Xin tidak mengundang gurunya, bahkan ia makan minum dan menyombongkan diri sendiri. 

Melihat sikap Fu Xin yang sangat kurang ajar dan tak tahu diri, Xia Chang tidak bisa menahan emosi, langsung memarahi muridnya di hadapan orang-orang, "Fu Xin, Anda adalah murid saya, mengapa menghina dan memandang remeh Guru sampai begini?"

Mendengar ini, Fu Xin mengeluarkan suara dari hidung dan berkata, "Hehh, dulu Anda Guru, saya murid, sekarang saya adalah xiucai, sedangkan Anda siapa?" sambil berkata dengan rasa puas ia melirik ke orang banyak, selanjutnya berkata lagi, "Si tua bangka, Anda seharusnya menyalahkan diri sendiri tak berusaha maju, jangan terlalu memandang berat tata krama dan status antara guru dan murid, sekarang saya sudah bukan murid Anda lagi." 


Sikap Fu Xin yang sangat keterlaluan membuat Xia Chang sakit hati. Sebenarnya Xia Chang ingin menyampaikan beberapa pesan, namun karena suasana sangat ramai, ia mengurungkan niatnya karena akan semakin mempermalukan dirinya. Oleh karena itu, dengan sangat marah ia meninggalkan tempat perjamuan, tamu-tamu yang di undang juga menganggap Fu Xin terlalu sombong dan tidak sopan.

Tiba di rumah, semakin dipikir Xia Chang semakin sakit hati sampai jatuh sakit. Sambil berbaring di ranjang, dengan tenang ia berpikir "walaupun Zhu Fu Xin tidak tahu membalas budi dan tidak sopan, tetapi apa yang dikatakannya bahwa saya tak berusaha maju juga tidak salah! 


Dulu mengalami beberapa kegagalan saat mengikuti ujian sehingga putus asa dan kecewa, bukankah ini membuktikan bahwa saya tidak berusaha maju? Mengapa saya tak berusaha lebih giat lagi mengikuti ujian agar mendapatkan reputasi yang baik?"

Setelah sembuh, Xia Chang bertekad giat belajar sampai lupa makan lupa tidur. Akhirnya ia benar-benar lulus ujian menjadi xiucai, namun umurnya sudah 68 tahun. Sedangkan Fu Xin masih muda dan sedang dalam masa kejayaan, dengan lancar ia lulus ujian kerajaan tertinggi, sehingga menjabat sebagai kepala pejabat Kabupaten Pingle, di Guangdong.

Setelah lulus menjadi xiucai, Xia Chang belum puas, dengan tekun dan giat belajar, akhirnya ia pergi ke ibu kota untuk mengikuti ujian dan berhasil dalam waktu singkat. Ia juga lulus dalam ujian tingkat propinsi. 


Saat itu, di sepanjang laut ada sekelompok bajak laut yang selalu mengganggu dan merampok rakyat, membuat semua pejabat kota pusing, tetapi tak ada satu pun pejabat menemukan cara memberantas para bajak laut tersebut. Kemudian Kaisar mengeluarkan sebuah titah yang berbunyi, "Bagi siapa yang menemukan cara memberantas bajak laut, akan mendapat hadiah besar." 

Kebetulan Xia Chang sangat mengerti tentang bajak laut, ia menemukan cara mengendalikan dan menghadapi bajak laut. Rencana ini benar-benar membuat bajak laut menghilang dalam waktu singkat. 

Mengetahui hal ini, kaisar sangat senang. Selain menghadiahkan Xia Chang banyak emas permata, juga mengangkatnya menjadi utusan pengawal kerajaan dan mengutusnya melakukan inspeksi dan memeriksa urusan politik di daerah Guangdong.

Tak lama setelah Xia Chang menduduki jabatannya, kepala pejabat Kabupaten Pingle didakwa dan dipenjara karena tuduhan korupsi. Berdasarkan peraturan hukum, kasus ini harus diperiksa dan diputuskan oleh utusan pengawal kerajaan. 


Xia Chang menerima dan menangani kasus ini, ia sangat kaget ternyata terpidana adalah muridnya sendiri. Ketika Xia Chang membawa Fu Xin keluar dari penjara untuk diperiksa, Fu Xin berlutut di lantai dan begitu menengadah, ia sangat kaget dan mukanya menjadi pucat. 

Dalam hati berkata, "Celaka! Dulu saya melupakan budi dan kebaikan, saya juga sangat keterlaluan pada saat perjamuan itu. Sekarang, beliau pasti dendam dan akan menjatuhkan putusan kesalahan yang berat." 

Sebenarnya, Xia Chang marah akan kelakuan Fu Xin, tetapi ia tetap mencari bukti-bukti yang bisa membantu muridnya. Akhirnya, Fu Xin divonis tidak bersalah dan dibebaskan, tetapi ia dipecat dari jabatannya.

Xia Chang menangani kasus dengan adil, bersih dan jujur. Ia pun mendapat penghargaan dari Kaisar, kedudukan semakin tinggi hingga mencapai tingkat pejabat tinggi Kementerian Tata Cara. Setelah berhasil, beliau pun mengundurkan diri.

Pada usia 80 tahun, Xia Chang meminta izin untuk pulang ke kampung halamannya, Kaisar langsung membuat sebuah syair sebagai tanda penghargaan, juga mengadakan sebuah perjamuan besar untuk mengantar kepergiannya. Para pejabat berkumpul dari berbagai daerah, acaranya luar biasa meriah. 


Semua orang yang mengenalnya datang untuk mengucapkan salam perpisahan dan mengantar kepergiannya. Fu Xin juga hadir sebagai murid, melihat Gurunya sangat menghormatinya, tak ada hawa kesombongan yang memandang hina dan meremehkan orang lain.

Di saat makan, semua orang sangat sungkan dan saling mengalah memberikan tempat duduk, ada seorang tamu yang juga hadir saat ningrat desa mengadakan perjamuan dan mendengar Fu Xin mengeluarkan kata-kata yang kasar dan sombong pada gurunya. dulu, melihat Fu Xin duduk satu meja dengannya maka ia meniru kata-katanya dulu, "Hai! Dulu anda guru, saya murid, sekarang saya adalah pejabat tinggi kerajaan, anda bagaimana?" 


Seketika Fu Xin merasa sangat menyesal dan malu, mukanya merah, bermandikan keringat, dengan rasa malu ia langsung pergi sebelum perjamuan selesai.

Nah sobat, Orang seperti Zhu Fu Xin, akan dipandang hina seumur hidupnya, merasa dirinya hebat, sombong, berani memandang rendah dan menghina guru yang susah payah mendidiknya. 


Harus diketahui guru adalah orang yang paling berjasa bagi kehidupan kita setelah orang tua kita. Guru adalah senior sama seperti orang tua kita, bagaimana boleh tidak sopan pada senior atau orang tua? Jika tak tahu akibat dari tidak menghormati Guru dan menjunjung tinggi Dao atau Jalan Suci, maka akan mengalami akhir yang tragis. 

Oleh karena itu, jangan sekali-kali bersikap seperti Fu Xin. Sebagai murid, harus hormat kepada guru, harus sopan kepada orang tua atau yang lebih senior, baru bisa menjadi seorang murid dan manusia yang baik dan tahu membalas budi. Salam kebajikan

Tidak ada komentar:
Write komentar