|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Senin, 28 Juli 2014

Uraian Empat Novel Klasik (四大名著 sì dà míng zhù) Bag. 5

 



KEBAJIKAN (De 德) -  Sastra adalah perantara penting bagi peradaban ma­nusia, terutama novel yang merupakan suatu bentuk seni yang disukai oleh masyarakat. Manusia itu datang dari mana? Dan akan pergi kemana?

Mengapa dikatakan dewasa ini sedang berada pada masa akhir dharma (akhir zaman)? Masalah yang kelihatan sederhana ini, tetapi sudah terkandung makna yang amat sangat mendalam.

Empat karya novel klasik Tiongkok yang terkenal itu memiliki misi khusus seperti apakah dalam proses perkembangan sejarah umat manusia?

Dari sudut pandang kultivasi, perubahan sejarah seluruh umat manusia identik dengan perubahan alam semesta, semuanya mempunyai hukum yang teratur. Seja­rah dari peradaban umat manusia masa kini sudah melewati keselu­ruhan proses yakni dari kelahiran, berkembang, berjaya hingga kerun­tuhan.

Sang Buddha Sakyamuni pernah berkata, sampai masa "akhir Dharma" Raja Suci Pemutar Roda akan turun ke dunia meluruskan hukum alam semesta untuk me­nyelamatkan umat manusia. Jika demikian halnya, seluruh kebudayaan yang terakumulasi dalam se­jarah semuanya meletakkan fon­dasi demi penyebaran hukum alam semesta yang lurus itu.

Marilah kita kembali pada topik awal. Datang dari manakah manusia itu? Dan akan pergi ke­mana? Mengapa dikatakan bahwa sekarang ini sedang berada pada saat masa "akhir Dharma"?

Hal ini adalah pemahaman bersama di du­nia kultivasi, baik itu agama Bud­dha, Tao, Kristen dan lainnya, mau­pun segala jenis metode kultivasi, termasuk legenda dari masing-ma­sing bangsa tentang asal-muasal bangsa itu sendiri, semuanya me­miliki kebersamaan makna yang disampaikan yakni : manusia berasal dari langit.

Mengapa manusia tidak berada di langit lagi, adalah karena dosa/karmanya sendiri yang menyebab­kan ia jatuh terperosok dan menderita di dalam dunia manusia. Itu sebabnya barulah muncul berbagai agama dan beragam metode berkultivasi. Melompat keluar dari hidup-mati bereinkarnasi dan berhasil kembali ke surga, telah menjadi dasar dari semua kepercayaan dan merupakan petunjuk arah kehidupan yang paling tinggi.

Kisah dalam Samkok (San Guo Yan Yi, 三國演義) di Indo­nesia terkenal dengan 'Kisah Tiga Negara', merupakan novel perang yang dikarang oleh Luo Guanzhong, abad ke-14, su­dah beredar di masyarakat sekitar 1.500 tahun, beredar sampai ke tangan Luo Guanzhong, barulah ia mengumpulkannya menjadi sebuah karya novel historis.

Ratusan tahun masalah Yi (義, keadilan, kejujuran, kesetiaan, keterandalan) yang diperbincangkan simpang-siur, bagaimana mungkin memiliki vi­talitas yang begitu melimpah? Se­benarnya dalam proses bergulirnya waktu, bukankah sudah membuat prinsip "keadilan" ini tersebar luas di dalam masyarakat?

Pemahaman dan praktek orang Tiongkok (zaman dahulu) terhadap "keadilan", sudah tak bisa diper­bandingkan dengan orang-orang dari negara lain. Tentu saja apa yang telah terjadi di tanah "De­wata" memiliki sejarah dan makna yang spesifik, semuanya tidak bo­leh dianggap tidak penting.

Dilihat dari sudut pandang lain, tiga novel yakni Samkok, Shui Hu Zhuan (水滸傳) atau 'Batas Air' (The Water Margin), sebuah fiksi historis yang dika­rang oleh Shi Nai'an tahun 1589, dan Xi You Ji (西遊記) atau 'Perjalanan ke Barat' (Journey to the West) sebuah novel fiksi yang di karang oleh Wu Cheng'en tahun 1592, semuanya diterbitkan pada zaman Dinasti Ming (1368-1644), tentu juga ada sebabnya.

Boleh dikata zaman yang paling berjaya dari bangsa Tionghoa adalah Dinasti Tang (618-907). Yang dimaksud bukanlah menunjuk pada terito­rial, melainkan menunjuk pada budaya, gejala di masyarakat dan pengaturan sosial, juga dampaknya pada dunia internasional dan lain sebagainya.

Misalnya saja, pada zaman Dinasti Qing (1616-1912), zaman Min Guo (1912-1949) atau beberapa puluh tahun Partai Komunis Tiongkok (PKT) berkua­sa selama ini (sejak 1949), menga­pa di tanah Tiongkok yang begitu luas tidak terdapat kejadian yang berkaitan dengan "keadilan" yang disanjung oleh masyarakat? Sebenarnya walaupun ada, masyarakat tidak akan memper­lakukan hal itu seperti mereka memperlakukan kisah "Samkok" dan disebar-luaskan.

Sifat manusia yang apatis dan masa bodoh juga sama seperti seluruh masyarakat yang sedikit demi sedikit, secara tidak terasa mengalami kemun­duran hingga seperti hari ini. Media massa zaman sekarang bisa mem­buat berita ditayangkan bersamaan waktunya di semua tempat di dunia ini, tetapi, dalam hati masyarakat sudah tidak memiliki ruang bagi pahlawan, juga berangsur-angsur menurunkan standar dari "Keadilan" tersebut.

Sebenarnya dikatakan dengan lebih tepat, adalah dikarenakan level moral sudah menurun se­cara total, keegoan sifat manusia sudah menghancurkan keluhuran jiwa "Keadilan" manusia.

Bahkan seorang pengemis zaman dulu bernama Wu Xun "berdarma bakti untuk kebaikan umum" yakni mendirikan sekolah mengandalkan uang hasil menge­mis sedekah pun dicerca habis-habisan, bagaimana mungkin ma­sih membicarakan "Keadilan"? "Keadilan" semakin lama semakin berubah menjadi sebuah aksara saja dan sudah kehilangan makna yang terkandung di dalamnya.

Namun Yi (keadilan) ini pada hakekatnya pernah eksis dalam sejarah sebagai semacam budaya khas yang dimiliki oleh orang Tionghoa. Bersamaan dengan Luo Guanzhong mementaskan "Keadilan", sebagaimana telah melaku­kan pernyataan secara menyeluruh dan mendalam bagi Yi, juga telah menunjukkan dengan jelas nilai-nilai dari "Keadilan" itu sendiri.

Maka dari itu, pemahaman dalam hati orang sekarang terhadap Yi walau telah di­hapus secara paksa, tetapi di dalam pikiran terdalamnya masih terdapat penafsiran yang khas terhadap Yi.

Master Li Hongzhi menggunakan bahasa Tionghoa modern dalam menyebarkan Falun Dafa, mengetahui benar makna budaya khas yang dimiliki bangsa Tiong­hoa. Maka dari itu biarpun moral manusia sudah merosot, begitu mereka bersentuhan dengan ajaran hukum alam semesta yang tulen, sifat kebajikan yang tersembunyi di dalam hati akan terpanggil.

Ma­syarakat memahami keagungan dan kebesaran Dafa (Maha Hu­kum), maka kesadaran moral dari masyarakat yang bangkit kembali juga kian hari kian bertambah. Menggunakan Yi untuk melukis­kan tindakan gagah berani pengikut Dafa dalam membuktikan kebenaran, tampaknya agak non substansial.

Karena tindakan itu keluar dari sum­ber asal kehidupan manusia yang berkeyakinan teguh terhadap Dafa, itu adalah perwujudan watak hakiki sebuah kehidupan untuk melepas­kan segalanya tanpa suatu alasan, juga tidak membutuhkan alasan. Salam kebajikan (epochtimes)


Bersambung ke : Bagian 6

Tidak ada komentar:
Write komentar