|
Welcome To My Website Kebajikan (De 德)......KEBAJIKAN ( De 德 ) Mengucapkan Xin Nian Kuai Le (新年快乐) 2571 / 2020...Xīnnián kuàilè, zhù nǐ jiànkāng chángshòu, zhù nǐ hǎo yùn..Mohon Maaf Blog ini masih dalam perbaikan....Dalam era kebebasan informasi sekarang, hendaknya kita dapat lebih bijak memilah, mencerna dan memilih informasi yang akurat. Kami menempatkan kepentingan pembaca sebagai prioritas utama. Semangat kami adalah memberikan kontribusi bagi pembaca agar dapat meningkatkan Etika dan Moral dalam kehidupan serta meningkatkan Cinta kasih tanpa pamrih pada sesama baik dalam lingkup lingkungan sekitar maupun lingkup dunia dan menyajikan keberagaman pandangan kehidupan demi meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap kehidupan. Tanpa dukungan Anda kami bukan siapa-siapa, Terima Kasih atas kunjungan Anda

Kamis, 04 September 2014

Hadiah Terbaik untuk Anak

 


KEBAJIKAN (De 德) -  Saya seorang guru juga seorang ibu. Ketika saya membaca berita di surat kabar tentang kejahatan intelektual, kasus pembunuhan karena asmara di kampus dan lain-lain, perilaku masyarakat yang menyimpang, tak terasa saya mengeluh, di mana nilai sebuah pendidikan?

Ketika saya melihat putri saya mondar-mandir di meja komputer dengan mata memohon agar digendong, saya bertanya pada diri sendiri apakah hadiah terbaik untuk seorang anak?

Sebagai seorang pendidik, terkadang menemukan ada siswa yang memperlakukan orang lain dengan tulus dan baik, penuh pengertian dan peduli, mau berjerih payah, menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap frustrasi dan kegagalan, memiliki semangat sebagai anak muda yang memang sudah seharusnya.

Ada juga siswa yang putus asa, lamban dan loyo, membenci masyarakat dan anti sosial, seolah-olah seluruh dunia telah bersalah kepadanya. Lalu siapakah yang bertanggung jawab telah membuat anak-anak memiliki karakter yang berbeda ini?

Pada kenyataannya, pendidikan dalam keluarga merupakan komponen yang paling mendasar. Memang keserakahan material telah merajalela, moral masyarakat terus merosot, namun jika seorang anak sejak usia dini sudah menerima indoktrinasi konsep-konsep seperti, tidak boleh rugi, orang yang tidak mencari keuntungan untuk diri sendiri akan dilindas oleh zaman dan lain sebagainya.

Ketika tumbuh dewasa, si anak pastilah menjadi orang yang hanya berorientasi pada keuntungan pribadi, egois dan mementingkan diri sendiri. Saya berharap anak saya memiliki kepribadian yang sehat, karena hal ini merupakan kunci apakah dalam hidupnya dia akan bahagia dan realistis!

Putri saya ketika masih kecil susah diatur, suka manja, apa yang diinginkan harus terlaksana, bila ada yang tidak disukai akan ribut, menangis atau marah. Saya tahu ini adalah kebiasaan manja yang terjadi karena selalu menuruti keinginannya.

Saya menyadari betapa seriusnya membiarkan hal ini berlanjut, maka saya mulai mengubah cara berkomunikasi dengannya. Ketika dia menggunakan kembali taktik lamanya, saya tidak lagi selalu menurutinya.

Saya akan berkata, "Apakah kamu merasa menangis atau marah dapat menyelesaikan masalah? Menurutmu apakah ini pasti kesalahan orang lain? Mainan yang dipakai sendiri apakah tidak membosankan? Haruskah selalu mengadu pada guru? Kali ini gagal tidak terlalu masalah, yang paling penting adalah kamu sudah berusaha semampunya. Mama percaya lain kali kamu akan berusaha lebih baik lagi."

Saya berkata pada diri sendiri, tak peduli sesibuk apa pun saya akan berkomunikasi dengan menggunakan "bahasa anak-anak", juga mau mendengarkannya dengan penuh perhatian, untuk menemaninya membaca buku, bercerita, memeluknya. Sekarang, ia sudah tidak lagi menunjukkan sikap anak tunggal yang manja, ia adalah seorang siswa kecil yang mengerti berbagi dan belajar mendisiplinkan diri.

Ia mulai belajar menyeka air matanya sendiri, menurunkan nada suaranya, berbicara dengan suasana hati yang damai untuk pemecahan masalah. Meskipun kami bertiga termasuk keluarga cukup, tetapi ketika dia melihat mainan yang menggoda akan berkata, "Aku tahu mainan ini sangat mahal, ibuku berjerih payah untuk mendapatkan uang, aku melihatnya saja sudah cukup."

Ketika menghadapi masalah interpersonal, dia belajar mengintrospeksi, tidak lagi menyalahkan orang lain! Dia sekarang berusia enam tahun, kukatakan pentingnya "Sejati, Baik dan Sabar" kepadanya! Saya tahu di kemudian hari di mata gurunya dia tidak akan menjadi siswa yang membuat kepala sakit.

Ada sebuah kisah yang sangat bermakna, di masa lalu neraka dan surga mendapatkan perlakuan yang sama, setiap kali makan menerima jatah makanan dalam jumlah yang sama, setiap orang menerima sumpit yang panjangnya 2 meter.

Namun setelah beberapa waktu, orang-orang di neraka dan di surga semakin berbeda. Setiap orang di Kerajaan Surga menjadi sehat, berisi dan wajah berseri-seri; sedangkan setiap orang di neraka menjadi pucat dan kurus. Apa sebabnya?

Ternyata pada waktu makan, semua orang di neraka menggunakan sumpit yang panjangnya 2 meter itu berebut untuk memperoleh makanannya sendiri, akibatnya sumpit saling bertabrakan dan saling menghambat, mencurahkan usaha apa pun juga masih sangat sulit untuk dapat makan.

Sedangkan kondisi orang-orang di surga, mereka memikirkan dahulu orang lain. Pada waktu makan, mereka juga memakai sumpit yang panjangnya 2 meter, Anda menyuapi saya, saya menyuapi dia, dan sumpit yang panjang 2 meter dapat dipergunakan dengan leluasa.

Kondisi dunia yang berbeda telah mewujudkan akibat yang berbeda. Saya sering menggunakannya sebagai pedoman mawas diri murid-murid saya, anak saya dan diri sendiri.

Apa yang kita harapkan dari masyarakat dan negara ini? Apakah "surga" dalam cerita ini, di mana "saya untuk semua orang dan semua orang untuk saya"? Ataukah "neraka" di mana "Anda dan saya saling berebut dan saling intrik"?

Benar, materi dalam kehidupan memang penting, sekolah juga penting, tetapi hendaknya dibangun pada premis pendidikan moral kepribadian anak yang telah matang. Sikap masa lalu yang hanya berfokus pada sekolah, tidak memerhatikan penyimpangan berperilaku dalam hidup, hanya akan membunuh lebih banyak generasi muda yang belum matang! Orang dewasa hendaknya tidak membiarkan anak-anak yang masih murni mengikuti mereka mengejar keuntungan material dan menjadi egois.

Seorang anak hanya satu kali tumbuh dewasa, saya tahu, saya memiliki tanggung jawab untuk memberitahukan hal-hal yang paling penting kepada anak dan para siswa saya, saya yakin hal ini juga adalah tugas setiap orang tua dan guru yang tak dapat dipungkiri! Salam kebajikan

Tidak ada komentar:
Write komentar