KEBAJIKAN ( De 德 ) - Opekiu dan Uvewe telah bersahabat sejak kecil. Mereka berdua adalah teman sepermainan yang selalu tampil bersama di setiap kesempatan.
Suatu ketika, saat beranjak dewasa, Uvewe meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan kuliahnya di kota. Tidak berapa lama kemudian, ibunda Uvewe meninggal dunia karena sakit. Uvewe pulang ke kampung halaman untuk mempersiapkan segala keperluan berkaitan dengan proses pemakaman ibunda tercintanya.
Setelah upacara pemakaman, Uvewe berkata kepada Opekiu : "Sahabatku, kamu tahu bahwa saya sangat menyayangi ibuku. Setelah ayahku meninggal dunia ketika saya masih balita, selanjutnya saya diasuh dan dibesarkan oleh ibuku seorang diri. Belum sempat saya membahagiakan ibuku, beliau terlebih dahulu menghadap Tuhan. Saya merasa sangat sedih dan amat menyesal karena belum sempat berbuat sesuatu..."
Opekiu : "Saya mengerti dan turut bersedih atas kemalangan ini. Saya berharap kamu tetap tegar, tabah dan dapat melanjutkan hidupmu dengan sebaik-baiknya. Ibumu ingin melihatmu sukses, walaupun berada di suatu tempat yang jauh, di alam surgawi..."
Uvewe : "Iya bro... Untuk itu saya ingin memohon bantuan kepadamu. Setiap awal bulan, tolong kamu taburkan bunga terbaik di atas makam beliau. Setiap bulan saya akan men-transfer uang untukmu..."
Opekiu : "Baiklah bro..."
Waktu berlalu dengan cepatnya. Tidak terasa sudah dua tahun ibunda Uvewe meninggal dunia. Saat Uvewe mudik ke kampung halaman, hal pertama yang dilakukannya adalah menyambangi makam ibunya.
Betapa terkejutnya Uvewe melihat makam ibunya yang gersang dan tanpa hiasan bunga-bunga. Padahal dia telah memberi uang kepada Opekiu untuk membeli bunga tercantik untuk ditabur di atas makam ibunya.
Dalam hati, Uvewe berkata : "Apa mungkin sahabatku Opekiu telah menggelapkan uangku setiap bulan? Setahuku, dia adalah seorang yang baik, jujur dan dapat dipercaya. Tapi mengapa tidak ada sedikitpun jejak taburan bunga di makam ibu?"
Dengan memendam amarah, Uvewe melangkah ke rumah Opekiu dengan tergesa-gesa. Dia ingin mendapatkan penjelasan, mengapa Opekiu tidak menabur bunga di makam ibunda tercintanya.
Saat tiba di rumah Opekiu dan sedang melihat sahabatnya sedang berbaring santai di atas kursi rotan di teras rumahnya, Uvewe langsung menunjukkan jari telunjuk ke arah Opekiu sambil berteriak : "Saya tidak menyangka kamu tega berbuat curang kepadaku. Kemana uang yang selama ini saya transfer ke rekening kamu? Mengapa kamu tidak menabur bunga di makam ibuku? Apakah uangnya tidak cukup?"
Seketika Opekiu tersentak dan terbangun dari tidurnya tatkala mendengar teriakan Uvewe. Setelah menenangkan dirinya, Opekiu berkata : "Mohon maaf sahabatku... Saya memang sengaja tidak menabur bunga di makam ibumu...."
Uvewe : "Beraninya kamu bilang sengaja.... Kamu seorang manusia yang jahat dan tidak bermoral...!!!"
Opekiu : "Dengar dulu penjelasanku... Dua bulan pertama saya selalu rutin menabur bunga di makam ibumu, di setiap awal bulan. Namun di bulan ketiga, saya tidak lagi membeli bunga untuk dibawa ke areal pemakaman. Sebaliknya saya membeli puluhan tangkai bunga untuk dibagikan kepada para penghuni rumah sakit."
Uvewe begitu terkejut mendengar penjelasan Opekiu : "Apa urusan saya atau almarhum ibuku dengan orang sakit...? Kamu sudah gila yah...?"
Opekiu tersenyum : "Setelah dua kali menabur bunga di makam ibumu, saya bertemu dengan penjaga makam yang sudah berusia lanjut. Beliau merasa heran mengapa setiap bulan saya membawa bunga yang begitu banyak dan menutupi seluruh gundukan tanah makam ibumu..."
Uvewe terpaku dalam diam dan mencoba mendengar dan memahami dengan seksama penuturan sahabatnya.
Opekiu : "Beliau berkata, terlalu mubazir jika kamu menghabiskan banyak uang hanya untuk orang yang telah meninggal dunia. Jika berniat melakukan tabur bunga, lakukan sewajarnya saja. Sebab mereka tidak akan pernah lagi melihat keindahan bunga. Berikanlah bunga-bunga indah ini kepada mereka yang lebih membutuhkan..."
Uvewe : "Lalu...?"
Opekiu : "Berhari-hari saya mencerna apa yang dikatakan bapak penjaga makam. Sebenarnya saya ingin mengabarkan perihal ini kepadamu, namun saya tidak tahu nomor ponsel kamu. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti nasehat beliau..."
Uvewe : "Seharusnya saya diberitahu mengenai hal ini. Tapi ini bukan salahmu, karena selama ini saya tidak memberikan nomor ponselku kepadamu..."
Opekiu : "Iya bro... Maafkan kelancanganku. Tapi saya rasa almarhum ibumu pasti setuju dengan apa yang kulakukan. Saya memberikan bunga kepada mereka yang sedang dirawat di rumah sakit atau kepada siapapun yang saya lihat ada raut kesedihan di wajahnya. Saya amat menikmati setiap tebaran senyuman yang alami dan tidak dibuat-buat. Pancaran kebahagiaan begitu nyata terlihat dibalik kesedihan dan rasa sakit yang sedang mereka alami. Sesungguhnya orang hiduplah yang dapat menikmati keindahan dan keharuman bunga-bunga itu..."
Uvewe merasa terharu. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya menandakan setuju dengan apa yang diperbuat oleh sahabat setianya. Perasaan menyesal menyeruak dalam batinnya, karena sempat berprasangka negatif terhadap Opekiu.
Lantas Opekiu mengajak Uvewe membagikan bunga kepada orang-orang sakit dan mereka yang sedang menderita kesedihan batin. Seharian mereka melakukan aktivitas mulia tersebut.
Saat tiba kembali ke rumah, Uvewe berkata : "Terima kasih sahabatku. Engkau telah memberikan pelajaran berharga kepadaku. Memperhatikan dan membahagiakan orang yang masih hidup jauh lebih bermanfaat daripada meratapi mereka yang telah tiada. Saya semakin yakin bahwa perasaan sukacita akan timbul saat kita bersedia membagi sesuatu untuk mereka yang membutuhkan. Itulah obat yang paling mujarab yang ada di muka bumi ini...."
Sobatku yang budiman...
Tidak ada salahnya kita mengenang mereka, orang yang kita kasihi, yang telah mendahului kita menghadap Tuhan, Sang Pencipta Langit dan Bumi. Namun jika dilakukan secara berlebihan, maka yang terjadi bukanlah sesuatu yang baik lagi, namun menjurus kepada pemborosan dan kemubaziran.
Kita tidak boleh terus menerus terperangkap dalam kubangan kesedihan yang justru akan membelenggu nalar berpikir sebagai manusia yang bijaksana.
Sesungguhnya kebahagiaan sejati itu muncul tatkala kita bersedia meluangkan waktu dan membagikan sebagian milik kita kepada mereka yang membutuhkan, mereka yang masih merasakan kehidupan, dan bukannya mereka yang telah meninggal dunia.
Dengan menolong orang lain, sejatinya kita sedang menolong diri sendiri. Salam kebajikan #firmanbossini
Tidak ada komentar:
Write komentar